MENELADANI
SEMANGAT
BERKURBAN NABI
IBRAHIM, ISMAIL DAN SITI HAWA
Drs. Cholis
Burhanuddin, MH
Di hari yang penuh
berkah ini, patut kiranya kita berucap syukur kehadirat Allah yang telah begitu
banyak melimpahkan nikmat-Nya kepada kita, yang menerangi hati dari kegelapan, yang
menuntun jiwa dari kebingungan, dan yang telah membekali akal dapat terlepas
dari kesesatan, dan alhamdulillah kita tetap terpilih sebagai pemeluk agama Islam.
Shalawat dan
salam semoga tetap dicurahkan oleh Alloh kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw
yang telah diutus Allah bagi seluruh
alam, sebagai uswah hasanah (tauladan terbaik) bagi manusia. Nabi
Muhammad adalah manusia idola sepanjang masa. Sekalipun berulangkali orang-orang
kafir, termasuk pengikut aliran sesat, berusaha melecehkan beliau, tapi dengan
menampilkan riwayat hidupnya saja, Islam mampu membendung segala macam
penistaan dari lawannya, kapan dan di mana pun juga. Tidak ada riwayat hidup
manusia, tokoh apa pun di dunia ini yang ditulis sedetail dan sejelas riwayat
hidup Muhammad saw.
Siding idul Adha....
Di hari ‘Idul
Adha ini, berjuta-juta kaum Muslimin dari segala penjuru dunia terhampar di
padang ‘Arafah, menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang kelima. Inilah hari
besar kemanusiaan dan keimanan, yang ditandai dengan syi’ar .penyembelihan
hewan kurban, untuk mengenang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim As setelah beliau menerima wahyu llahi melalui
mimpi, yang memerintahkan beliau menyembelih puteranya, Ismail.
Dalam kitab “ Misykatul
Anwar ” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba,
300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim
mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah
tergolong orang kaya. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “ milik
siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya :
Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah
menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, jika Allah meminta
anak kesayanganku, niscaya akan aku serahkan juga.
Ibnu Katsir
dalam tafsirnya mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang
kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim
melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih
berusia 7 tahun dan kehadiranya sudah lama dinantikan. Dalam pada itu diperintahkan supaya diKurbankan
dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan !
Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102
قَالَ
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata :
“Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka
fikirkanlah apa pendapatmu ? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang
yang sabar.” (QS As-shaffat: 102).
Ketika keduanya
siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang
ibu dan sang anak. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail tidak
tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Bahkan
Siti Hajarpun mengatakan, : ”jika memang benar perintah Allah, akupun siap
untuk di sembelih sebagai gantinya ismail.” Mereka melempar iblis dengan batu,
mengusirnya pergi dan Iblispun lari tunggang langgang. Dan ini kemudian menjadi
salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah yang dilaksanakan di
mina.
Allohu Akbar
walillahilhamd
Setelah
sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya :
” ayah, aku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat
bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya ayah
tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak
terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah
tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul
maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta
sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, jangan cerita bagaimana
ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar
kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak
sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”
Nabi Ibrahim
menjawab ” baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu ”. Setelah Ismail, putra
tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas
lehernya, Ibrahim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun
tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Sementara itu,
Ismail pun berkata : ” ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT
tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku,
supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrahim taat dan patuh kepada perintah-Nya.” Ibrahimpun mengabulkannya, lantas
membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya
tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di
bagian atas. Ibrahim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata
batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi
kenapa tidak sanggup memotong leher”
kata Ibrahim.
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan Jibril untuk mengambil seekor kibasy
dari surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh
menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya.
Allah telah meridloi tawakkal ayah dan anak tersebut. Sebagai imbalan
keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing
sebagai Kurban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat
107-110:
وَفَدَيْنَاهُ
بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Dan kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar.
وَتَرَكْنَا
عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
Kami abadikan untuk Ibrahim
(pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.
سَلَامٌ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ
Yaitu kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.
كَذَلِكَ
نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Allohu akbar 3 walillahilhamd
Inilah sejarah disyariatkanya
ibadah Kurban yang kita peringati pada
pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Sekarang kurban yang
diperintahkan tidak denga mengorbankan anak kita, berkurban cukup dengan
binatang ternak, baik kambing, sapi dan kerbau. Sebab Allah tahu, kita tidak
akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak yang kita sayangi, memotong
sebagian harta kita untuk membeli hewan qurban saja masih banyak yang belum menunaikan.
Memotong
2,5 % harta kita untuk zakat, diantara kita
masih ada yang belum menunaikannya. Memotong sedikit waktu
untuk sholat lima waktu, masih banyak yang keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita
untuk berpuasa, masih banyak yang tak mampu melaksanakannya, bagi anak-anak
remaja sekarang ini dituntut berkurban yakni diajak untuk mengorbankan sedikit
waktunya untuk belajar, berkurban untuk tidak menghabiskan waktunya hanya
sekedar kesenangan sesaat seperti brosing, ceting, smsan main game dll.
Allohu akbar
Sidang idul Adha yang berbahagia
Berangkat
dari sejarah tadi, dimana seorang
ayah yang sudah berusia lanjut, dan sedang mencurahkan kerinduan hatinya,
harapan pun tertumpah pada kader muda penerus risalahnya, sekaligus putera
beliau yang sedang menanjak remaja.
Dalam keadaan demikian, datanglah perintah Allah untuk menyembelih putera
kesayangan dan satu-satunya itu. Sungguh ujian keimanan yang amat sulit dan
berat dilaksanakan, bahkan tidak terbayangkan dari segi kemanusiaan.
Dengan
demikian, ‘Idul Qurban ini merupakan peristiwa agung yang lahir dari keteguhan
iman, kerendahan hati, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Rabbul Alamin. Dan
ketaatan Ibrahim, Ismail dan Siti Hajar sungguh menjadi dambaan setiap orang
beriman. Mereka dianugerahi kemampuan mengalahkan hawa nafsunya demi mematuhi
perintah Allah. Selain itu, mereka berdua mendapatkan pujian dan keridhaan
Allah, mengangkat derajatnya serta memberikan syafaat bagi keturunan yang
mewarisi pola hidup tauhid yang beliau dakwahkan.
Allohuakbar 3 walillahilhamd
Peristiwa
bersejarah ini mengandung pelajaran, bahwa Ismail adalah anak yang shalih yang
patut diteladani hari ini esok dan yang akan datang. Lebih dari itu, peristiwa ini
mengajarkan kita bagaimana menjadi hamba Allah yang taat dan patuh terhadap
titah perintahNya. Menjalankan perintah Allah dengan ikhlas, dan rela berkurban
dengan harta bahkan dengan nyawa, itulah totalitas kepasrahan Nabi Ibrahim dan
puteranya Ismail As.
Sekiranya umat
Islam dewasa ini, mengamalkan Syari’at Allah, mentauladani kepatuhan dan
kepasrahan Nabi Ibrahim dan Ismail As niscaya umat Islam akan dianugerahi
kekuatan yang luar biasa.
Namun apa yang
terjadi di kalangan umat Islam sekarang? Munculnya tokoh-tokoh agama Islam yang
menggunakan lisannya, bukan saja untuk merusak citra Islam di mata orang kafir,
tapi juga menjadi kontributor orang kafir untuk merusak citra Islam di mata
orang Islam sendiri. Paham merasa lebih
mesra bersahabat dengan orang kafir dari pada dengan sesama orang Islam menjadi
sesuatu yang dibanggakan, sekan beda akidah tidak ada masalah tetapi beda
furuiyah sekan kendala yang berarti dalam hidup ini.
Mengapa dewasa
ini banyak umat
Islam tidak memiliki kepekaan di dalam dakwah Islam, sebaliknya banyak umat Islam sendiri seakan bersikap apriori terhadap dakwah Islam. Banyak pula yang memilih dan memilah
manakah dari ajaran Islam yang bisa dilaksnakan tanpa menyinggung rasa
kemanusiaan masyarakat, dan tidak dianggap tidak melanggar HAM. Mereka seakan
terus mencoba merevisi ajaran Islam agar sesuai dengan semangat toleransi ala
barat dan tidak bertentangan dengan HAM versi imperalis.
Pada
gilirannya, ajaran Islam yang paripurna dan mulia itu malah dibonsai oleh
umatnya sendiri. Lihatlah akibatnya, di hadapan orang-orang kafir, bobot umat
Islam semakin ringan. Maka benar kata Rasulullah saw diakhir jaman nanti umat
Islam berjumlah banyak
tetapi seperti buih. Ya Ibarat buih yang
mengapung di atas permukaan gelombang, mudah dipermainkan dan diadu domba baik
oleh sesama
orang Islam
sendiri maupun oleh orang kafir.
Allohuakbar
3 walillahilhamd
Menyaksikan segala fenomena
ini, banyak orang bertanya-tanya. Di negeri yang subur makmur, terdiri dari
puluhan ribu pulau, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Masjid-masjid
bertebaran di seluruh pelosok negeri, sekolah berdiri bertebaran dimana-mana, pesantren
dan perguruan tinggi Islam ribuan jumlahnya. Ulama, kyai, muballigh bergelar
profesor, doktor, bahkan santri penghafal Qur’an begitu banyak, jauh lebih
banyak dari artis sinetron. Mereka berdakwah melalui TV, media massa. Ada juga
ulama yang kini banyak yang terjun ke dunia politik dan ada juga yang menjadi anggota legislative
maupun eksekutif.
Mengapa segala
fasilitas kebaikan ini tidak memberi pengaruh positif bagi bangsa Indonesia?
Laju kemungkaran, narkoba, pornografi, pornoaksi di satu sisi, kemiskinan, bencana alam,
seakan telah menjadi kekayaan bangsa ini. Kriminalitas dan dekadensi moral terus
saja menghantui kehidupan generasi muda. Tindak pidana korupsi, sekalipun ada
UU anti korupsi dan ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi koruptor
seakan tak habis-habisnya diberantas. Subhanallah !
Apa
sesungguhnya yang terjadi pada masyarakat kita? Setiap tahun tidak kurang dari
200 ribu orang berangkat naik haji ke Baitullah, Mereka yang masih memiliki
akal sehat tentu bertanya-tanya, mengapa semakin banyak orang Indonesia pergi menunaikan
ibadah Haji, baik rakyat maupun kalangan pejabat, ternyata belum banyak berpengaruh positif bagi
perbaikan dan peningkatan kehidupan sosial rakyat negeri ini?
Al-Qur’anul
Karim memberikan jawaban, dengan mengungkapkan karakter masing-masing jamaah
haji. Terdapat dua golongan manusia yang menunaikan ibadah haji. Satu
golongan yang hanya mementingkan kehidupan dunia. Ibadah Haji dimaksudkan hanya
sebagai kebanggaan, ajang mencari popularitas dan kemegahan dunia dan ia
menggerutu jika gelar haji tidak disebut atau tidak ditulis dibagian depan
namanya. Mereka sibuk hanya dengan urusan dunia, hingga terpancar dalam do’anya
kepada Allah.
فَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ
مِنْ خَلَاقٍ (200)
Arinya
:Ada orang-orang yang ketika wukuf di Arafah berdo’a: “Wahai Tuhan kami,
berilah kami kesenangan di dunia.” Orang semacam ini kelak di akhirat tidak
akan mendapatkan pahala sedikitpun. (Al-Baqarah, 2: 200).
Inilah contoh
manusia yang selalu ada pada semua generasi. Mungkin kita
juga punya persepsi bahwa kepergian mereka masih seperti orang-orang jahiliyah
dahulu. Banyak mungkin tetangga kita, para pejabat, tokoh politik, berulangkali
pergi haji atau umrah dengan maksud sekadar wisata rohani. Ada juga artis,
penyanyi atau hartawan muda pergi haji guna memohon kesuksesan usaha, naik
pangkat, mencari jodoh, dll. Karena tujuannya hanya duniawi, maka seringkali
mereka tidak peduli darimana mereka mendapatkan harta untuk naik haji. Apakah
dari harta yang halal atau haram, apakah dari usaha maksiat ataukah usaha yang
benar, apakah hasil korupsi dan dari jual beli barang haram, tidak dipedulikan
lagi. Hatinya mangkak dan tidak mempunyai kepekaan.
Sidang idul adha yang berbahagia
Golongan kedua,
adalah orang yang beribadah haji untuk mencari keridhaan Allah, sehingga lebih
luas cakrawala pandangnya dan lebih besar jiwanya. Mereka berdo’a kepada Allah untuk
kebaikan nasibnya di dua negeri (dunia dan akhirat):
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ (201)
Artinya
: Ada juga orang yang ketika wukuf di Arafah berdo’a: Wahai Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta selamatkanlah kami dari
siksa neraka. (Al-Baqarah, 2: 201)
Orientasi ibadah
golongan kedua ini lebih jauh jangkauannya. Ia menginginkan kebaikan di dunia
tanpa melupakan nasibnya di akhirat. Apabila seseorang menunaikan ibadah haji hanya untuk
tujuan yang bersifat duniawiyah belaka, dan melupakan nasib akhiratnya, maka
tidak ada bedanya dengan hajinya kaum jahiliah. Ibadah haji yang tidak
mendorong seseorang untuk berubah supaya lebih ta’at kepada Allah, tidak
meningkat amal kebajikannya berarti belum memenuhi fungsi ibadah untuk taqarrub
ilallah.
Maka, penting
bagi kita untuk mengingatkan kaum Muslimin yang memiliki kelebihan harta dan
berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji agar meluruskan niat. Dan terutama
mereka yang sudah bergelar Haji dan Hajjah, agar mereka menjadi pelopor
kebajikan di wilayah tempat tinggal mereka masing-masing, untuk membantu
orang-orang yang membutuhkan bantuan. Bagi yang sudah menunaikan ibadah haji
dan umrah dan masih mempunyai kelapangan rizki saya sarankan untuk mewakafkan
saja hartanya guna kepentingan agama dan social, sebab harta yang didermakan
untuk amal, itulah sesungguhnya harta kita yang dapat menyelamatkan kita di akhirat kelak.
Allohu akbar 3
walillahilhamd
Bebarapa bulan
yang lalu kita semua melaksanakan pemilu legislative dan pilpres, kita semua
menyaksikan diantara mereka telah berbicara tentang kehidupan duniai ini dengan
sangat mempesona. Ada pula diantara mereka bersumpah dengan nama Alloh bahwa ia
mencintai Islam, hingga akhirnya kita sebagai warga Negara yang baik
menjatuhkan pilihan. Dan kini tiba saatnya kita sebagai rakyat dan kaum
muslimin
menagih janji seberapa besar terpilihnya
mereka mempunyai keberpihakan dan semangat berkurban untuk meperjuangan
nilai-nilai keislaman di
bumi Indonesia ini. Apabila mereka tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk
membela agama Alloh, maka kedudukan mereka seperti dikatakan oleh Alloh
dalam QS Albaqoroh 2: 204-205 :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللهَ عَلَى مَا فِي
قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ (204) وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ
لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللهُ لَا يُحِبُّ
الْفَسَادَ (205)
Artinya
: Wahai Muhammad, ada orang-orang yang
jika berbicara tentang kehidupan dunia ini mempesona kamu. Orang itu bersumpah
dengan nama Allah bahwa dia mencintai Islam, padahal sebenarnya dia sangat
keras mengingkari kebenaran Islam. Wahai Muhammad, apabila orang itu berpisah
dari kamu, dia melakukan perbuatan-perbuatan dosa, merusak pertanian dan
peternakan. Allah tidak menyukai perbuatan-perbuatan dosa semacam itu.”(Al-Baqarah,
2: 204-205).
Kaum munafik
pandai memoles diri dengan kata-kata. Di depan orang Islam nampak lebih Islami
dari orang Islam lainnya. Sebaliknya di depan orang kafir, dia lebih berani
memusuhi Islam daripada orang kafir. Mereka memuji kebaikan Islam, tapi diajak
memperjuangkan Islam tidak mau. Inilah gambaran masyarakat kita dewasa ini,
mereka lebih sibuk mengurusi kebutuhan pribadinya dari pada mengurus umat.
Allohuakbar 3 walillahilhamd
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga yang singkat
dan sederhana ini bermanfaat. Kebenaran hanya milik Alloh dan kekurangan adalah
milik saya sebagai hamba. Karena itu bermohonlah kepa Alloh yang menguasai
hidup kita.
Dan marilah kita berdo’a dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan
menjernihkan fikiran, semoga Allah memperkenankan do’a hamba-Nya yang ikhlas:
اَللهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْكَفَرَةَ مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ ،
وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ ، وَيُقَاتِلُوْنَ اَوْلِيَآءَكَ . اَللَّهُمَّ اَلِّفْ
بَيْنَ قُلُوْبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ
، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ ، وَبَارِكْ لَنَا فِى
أَسْمَاعِنَا وَاَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا ،
وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ .
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ
اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ
! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَر.