Saturday, October 4, 2014

Khutbah Idul Adha : MENELADANI SEMANGAT BERKURBAN


MENELADANI SEMANGAT
BERKURBAN NABI IBRAHIM, ISMAIL DAN SITI HAWA
Drs. Cholis Burhanuddin, MH


Di hari yang penuh berkah ini, patut kiranya kita berucap syukur kehadirat Allah yang telah begitu banyak melimpahkan nikmat-Nya kepada kita, yang menerangi hati dari kegelapan, yang menuntun jiwa dari kebingungan, dan yang telah membekali akal dapat terlepas dari kesesatan, dan alhamdulillah kita tetap terpilih sebagai pemeluk agama Islam.
Shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan oleh Alloh kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw  yang telah diutus Allah bagi seluruh alam, sebagai uswah hasanah (tauladan terbaik) bagi manusia. Nabi Muhammad adalah manusia idola sepanjang masa. Sekalipun berulangkali orang-orang kafir, termasuk pengikut aliran sesat, berusaha melecehkan beliau, tapi dengan menampilkan riwayat hidupnya saja, Islam mampu membendung segala macam penistaan dari lawannya, kapan dan di mana pun juga. Tidak ada riwayat hidup manusia, tokoh apa pun di dunia ini yang ditulis sedetail dan sejelas riwayat hidup Muhammad saw.
Siding idul Adha....
Di hari ‘Idul Adha ini, berjuta-juta kaum Muslimin dari segala penjuru dunia terhampar di padang ‘Arafah, menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang kelima. Inilah hari besar kemanusiaan dan keimanan, yang ditandai dengan syi’ar .penyembelihan hewan kurban, untuk mengenang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim  As setelah beliau menerima wahyu llahi melalui mimpi, yang memerintahkan beliau menyembelih puteranya, Ismail.
Dalam kitab “ Misykatul Anwar ” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong orang kaya. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “ milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya :  Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, jika Allah meminta anak kesayanganku, niscaya akan aku serahkan juga.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun dan kehadiranya sudah lama dinantikan.  Dalam pada itu diperintahkan supaya diKurbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan ! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu ? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-shaffat: 102).
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang ibu dan sang anak. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Bahkan Siti Hajarpun mengatakan, : ”jika memang benar perintah Allah, akupun siap untuk di sembelih sebagai gantinya ismail.” Mereka melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi dan Iblispun lari tunggang langgang. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah yang dilaksanakan di mina.
Allohu Akbar walillahilhamd
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ” ayah, aku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya ayah tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”
Nabi Ibrahim menjawab ” baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu ”. Setelah Ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrahim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ” ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrahim taat dan patuh kepada  perintah-Nya.” Ibrahimpun mengabulkannya, lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrahim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher” kata Ibrahim.
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan
Jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi tawakkal ayah dan anak tersebut. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai Kurban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Allohu akbar 3 walillahilhamd
Inilah sejarah disyariatkanya ibadah Kurban yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Sekarang kurban yang diperintahkan tidak denga mengorbankan anak kita, berkurban cukup dengan binatang ternak, baik kambing, sapi dan kerbau. Sebab Allah tahu, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak yang kita sayangi, memotong sebagian harta kita untuk membeli hewan qurban saja masih banyak yang belum menunaikan. Memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, diantara kita masih ada yang  belum menunaikannya. Memotong sedikit waktu untuk sholat lima waktu, masih banyak yang  keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, masih banyak yang tak mampu melaksanakannya, bagi anak-anak remaja sekarang ini dituntut berkurban yakni diajak untuk mengorbankan sedikit waktunya untuk belajar, berkurban untuk tidak menghabiskan waktunya hanya sekedar kesenangan sesaat seperti brosing, ceting, smsan main game dll.
Allohu akbar
Sidang idul Adha yang berbahagia
Berangkat dari sejarah tadi, dimana seorang ayah yang sudah berusia lanjut, dan sedang mencurahkan kerinduan hatinya, harapan pun tertumpah pada kader muda penerus risalahnya, sekaligus putera beliau yang sedang menanjak remaja. Dalam keadaan demikian, datanglah perintah Allah untuk menyembelih putera kesayangan dan satu-satunya itu. Sungguh ujian keimanan yang amat sulit dan berat dilaksanakan, bahkan tidak terbayangkan dari segi kemanusiaan.
Dengan demikian, ‘Idul Qurban ini merupakan peristiwa agung yang lahir dari keteguhan iman, kerendahan hati, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Rabbul Alamin. Dan ketaatan Ibrahim, Ismail dan Siti Hajar sungguh menjadi dambaan setiap orang beriman. Mereka dianugerahi kemampuan mengalahkan hawa nafsunya demi mematuhi perintah Allah. Selain itu, mereka berdua mendapatkan pujian dan keridhaan Allah, mengangkat derajatnya serta memberikan syafaat bagi keturunan yang mewarisi pola hidup tauhid yang beliau dakwahkan.

Allohuakbar 3 walillahilhamd
Peristiwa bersejarah ini mengandung pelajaran, bahwa Ismail adalah anak yang shalih yang patut diteladani hari ini esok dan yang akan datang. Lebih dari itu, peristiwa ini mengajarkan kita bagaimana menjadi hamba Allah yang taat dan patuh terhadap titah perintahNya. Menjalankan perintah Allah dengan ikhlas, dan rela berkurban dengan harta bahkan dengan nyawa, itulah totalitas kepasrahan Nabi Ibrahim dan puteranya        Ismail As.
Sekiranya umat Islam dewasa ini, mengamalkan Syari’at Allah, mentauladani kepatuhan dan kepasrahan Nabi Ibrahim dan Ismail As niscaya umat Islam akan dianugerahi kekuatan yang luar biasa.
Namun apa yang terjadi di kalangan umat Islam sekarang? Munculnya tokoh-tokoh agama Islam yang menggunakan lisannya, bukan saja untuk merusak citra Islam di mata orang kafir, tapi juga menjadi kontributor orang kafir untuk merusak citra Islam di mata orang Islam sendiri. Paham merasa lebih  mesra bersahabat dengan orang kafir dari pada dengan sesama orang Islam menjadi sesuatu yang dibanggakan, sekan beda akidah tidak ada masalah tetapi beda furuiyah sekan kendala yang berarti dalam hidup ini.
Mengapa dewasa ini banyak umat Islam tidak memiliki kepekaan di dalam dakwah Islam, sebaliknya banyak umat Islam sendiri seakan  bersikap apriori terhadap dakwah Islam. Banyak pula yang memilih dan memilah manakah dari ajaran Islam yang bisa dilaksnakan tanpa menyinggung rasa kemanusiaan masyarakat, dan tidak dianggap tidak melanggar HAM. Mereka seakan terus mencoba merevisi ajaran Islam agar sesuai dengan semangat toleransi ala barat dan tidak bertentangan dengan HAM versi imperalis.
Pada gilirannya, ajaran Islam yang paripurna dan mulia itu malah dibonsai oleh umatnya sendiri. Lihatlah akibatnya, di hadapan orang-orang kafir, bobot umat Islam semakin ringan. Maka benar kata Rasulullah saw diakhir jaman nanti umat Islam berjumlah banyak tetapi seperti buih. Ya  Ibarat buih yang mengapung di atas permukaan gelombang, mudah dipermainkan dan diadu domba baik oleh sesama orang Islam sendiri maupun oleh orang kafir.
Allohuakbar 3 walillahilhamd
Menyaksikan segala fenomena ini, banyak orang bertanya-tanya. Di negeri yang subur makmur, terdiri dari puluhan ribu pulau, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Masjid-masjid bertebaran di seluruh pelosok negeri, sekolah berdiri bertebaran dimana-mana, pesantren dan perguruan tinggi Islam ribuan jumlahnya. Ulama, kyai, muballigh bergelar profesor, doktor, bahkan santri penghafal Qur’an begitu banyak, jauh lebih banyak dari artis sinetron. Mereka berdakwah melalui TV, media massa. Ada juga ulama yang kini banyak yang terjun ke dunia politik dan ada juga yang menjadi anggota legislative maupun eksekutif.
Mengapa segala fasilitas kebaikan ini tidak memberi pengaruh positif bagi bangsa Indonesia? Laju kemungkaran, narkoba, pornografi, pornoaksi di satu sisi, kemiskinan, bencana alam, seakan telah menjadi kekayaan bangsa ini. Kriminalitas dan dekadensi moral terus saja menghantui kehidupan generasi muda. Tindak pidana korupsi, sekalipun ada UU anti korupsi dan ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi koruptor seakan tak habis-habisnya diberantas. Subhanallah !
Apa sesungguhnya yang terjadi pada masyarakat kita? Setiap tahun tidak kurang dari 200 ribu orang berangkat naik haji ke Baitullah, Mereka yang masih memiliki akal sehat tentu bertanya-tanya, mengapa semakin banyak orang Indonesia pergi menunaikan ibadah Haji, baik rakyat maupun kalangan pejabat, ternyata belum banyak berpengaruh positif bagi perbaikan dan peningkatan kehidupan sosial rakyat negeri ini?
Al-Qur’anul Karim memberikan jawaban, dengan mengungkapkan karakter masing-masing jamaah haji. Terdapat dua golongan manusia yang menunaikan ibadah haji. Satu golongan yang hanya mementingkan kehidupan dunia. Ibadah Haji dimaksudkan hanya sebagai kebanggaan, ajang mencari popularitas dan kemegahan dunia dan ia menggerutu jika gelar haji tidak disebut atau tidak ditulis dibagian depan namanya. Mereka sibuk hanya dengan urusan dunia, hingga terpancar dalam do’anya kepada Allah.
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ (200) 
Arinya :Ada orang-orang yang ketika wukuf di Arafah berdo’a: “Wahai Tuhan kami, berilah kami kesenangan di dunia.” Orang semacam ini kelak di akhirat tidak akan mendapatkan pahala sedikitpun. (Al-Baqarah, 2: 200).

Inilah contoh manusia yang selalu ada pada semua generasi. Mungkin kita juga punya persepsi bahwa kepergian mereka masih seperti orang-orang jahiliyah dahulu. Banyak mungkin tetangga kita, para pejabat, tokoh politik, berulangkali pergi haji atau umrah dengan maksud sekadar wisata rohani. Ada juga artis, penyanyi atau hartawan muda pergi haji guna memohon kesuksesan usaha, naik pangkat, mencari jodoh, dll. Karena tujuannya hanya duniawi, maka seringkali mereka tidak peduli darimana mereka mendapatkan harta untuk naik haji. Apakah dari harta yang halal atau haram, apakah dari usaha maksiat ataukah usaha yang benar, apakah hasil korupsi dan dari jual beli barang haram, tidak dipedulikan lagi. Hatinya mangkak dan tidak mempunyai kepekaan.

Sidang idul adha yang berbahagia
Golongan kedua, adalah orang yang beribadah haji untuk mencari keridhaan Allah, sehingga lebih luas cakrawala pandangnya dan lebih besar jiwanya. Mereka berdo’a kepada Allah untuk kebaikan nasibnya di dua negeri (dunia dan akhirat):
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (201)  
Artinya : Ada juga orang yang ketika wukuf di Arafah berdo’a: Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta selamatkanlah kami dari siksa neraka. (Al-Baqarah, 2: 201)

Orientasi ibadah golongan kedua ini lebih jauh jangkauannya. Ia menginginkan kebaikan di dunia tanpa melupakan nasibnya di akhirat. Apabila seseorang menunaikan ibadah haji hanya untuk tujuan yang bersifat duniawiyah belaka, dan melupakan nasib akhiratnya, maka tidak ada bedanya dengan hajinya kaum jahiliah. Ibadah haji yang tidak mendorong seseorang untuk berubah supaya lebih ta’at kepada Allah, tidak meningkat amal kebajikannya berarti belum memenuhi fungsi ibadah untuk taqarrub ilallah.
Maka, penting bagi kita untuk mengingatkan kaum Muslimin yang memiliki kelebihan harta dan berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji agar meluruskan niat. Dan terutama mereka yang sudah bergelar Haji dan Hajjah, agar mereka menjadi pelopor kebajikan di wilayah tempat tinggal mereka masing-masing, untuk membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Bagi yang sudah menunaikan ibadah haji dan umrah dan masih mempunyai kelapangan rizki saya sarankan untuk mewakafkan saja hartanya guna kepentingan agama dan social, sebab harta yang didermakan untuk amal, itulah sesungguhnya harta kita yang dapat menyelamatkan kita  di akhirat kelak.
Allohu akbar 3 walillahilhamd
Bebarapa bulan yang lalu kita semua melaksanakan pemilu legislative dan pilpres, kita semua menyaksikan diantara mereka telah berbicara tentang kehidupan duniai ini dengan sangat mempesona. Ada pula diantara mereka bersumpah dengan nama Alloh bahwa ia mencintai Islam, hingga akhirnya kita sebagai warga Negara yang baik menjatuhkan pilihan. Dan kini tiba saatnya kita sebagai rakyat dan kaum muslimin menagih janji seberapa besar  terpilihnya mereka mempunyai keberpihakan dan semangat berkurban untuk meperjuangan nilai-nilai keislaman di bumi Indonesia ini. Apabila mereka tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk membela agama Alloh, maka kedudukan mereka seperti dikatakan oleh Alloh dalam  QS Albaqoroh 2: 204-205  :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ (204) وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ (205) 
Artinya :    Wahai Muhammad, ada orang-orang yang jika berbicara tentang kehidupan dunia ini mempesona kamu. Orang itu bersumpah dengan nama Allah bahwa dia mencintai Islam, padahal sebenarnya dia sangat keras mengingkari kebenaran Islam. Wahai Muhammad, apabila orang itu berpisah dari kamu, dia melakukan perbuatan-perbuatan dosa, merusak pertanian dan peternakan. Allah tidak menyukai perbuatan-perbuatan dosa semacam itu.”(Al-Baqarah, 2: 204-205).

Kaum munafik pandai memoles diri dengan kata-kata. Di depan orang Islam nampak lebih Islami dari orang Islam lainnya. Sebaliknya di depan orang kafir, dia lebih berani memusuhi Islam daripada orang kafir. Mereka memuji kebaikan Islam, tapi diajak memperjuangkan Islam tidak mau. Inilah gambaran masyarakat kita dewasa ini, mereka lebih sibuk mengurusi kebutuhan pribadinya dari pada mengurus umat.
Allohuakbar 3 walillahilhamd
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga yang singkat dan sederhana ini bermanfaat. Kebenaran hanya milik Alloh dan kekurangan adalah milik saya sebagai hamba. Karena itu bermohonlah kepa Alloh yang menguasai hidup kita.
Dan marilah kita berdo’a dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan fikiran, semoga Allah memperkenankan do’a hamba-Nya yang ikhlas:
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْكَفَرَةَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ ، وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ ، وَيُقَاتِلُوْنَ اَوْلِيَآءَكَ . اَللَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ ، وَبَارِكْ لَنَا فِى أَسْمَاعِنَا وَاَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ . وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَر.